Banda Aceh, 21 November 2024 – Universitas Syiah Kuala (USK) kembali menjadi pusat diskusi penting terkait isu lingkungan global melalui Sharing Session bertajuk “Environmental Problems of Italy and the Challenges of Covering a World Going Through Climate Change.” Acara yang diadakan di Mini Teater Sekolah Pascasarjana USK ini menggali tantangan perubahan iklim yang dihadapi Italia dan Indonesia, serta peluang kolaborasi untuk mencari solusi bersama.
Acara ini menghadirkan pembicara utama Ambrogio Sanelli, seorang jurnalis lingkungan terkemuka dari Italia, yang berbagi kisah tentang bagaimana negaranya menghadapi krisis lingkungan, mulai dari kenaikan suhu ekstrem hingga banjir besar di kota-kota bersejarah seperti Venesia. “Venesia adalah simbol dari ancaman nyata perubahan iklim. Kita harus bergerak cepat untuk mengelola dampaknya, sambil tetap menjaga warisan sejarah yang dimiliki,” jelas Sanelli.
Sanelli juga menyoroti pentingnya peran media dalam mengatasi krisis ini. “Tugas jurnalis tidak hanya melaporkan bencana, tetapi juga memberikan harapan dan solusi kepada masyarakat. Kita harus menjadi bagian dari perubahan itu sendiri,” ungkapnya dengan penuh optimisme.
Diskusi ini juga membahas kesamaan dan perbedaan tantangan lingkungan antara Italia dan Indonesia. Indonesia, yang masih bergulat dengan deforestasi, polusi plastik, dan ketergantungan pada energi fosil, dapat belajar dari keberhasilan Italia dalam transisi ke energi terbarukan. Namun, kedua negara menghadapi hambatan serupa, seperti pendanaan, regulasi yang belum optimal, dan resistensi dari sektor industri.
Prof. Dr. Ichwana, S.T., M.P., Koordinator Program Studi Magister Pengelolaan Lingkungan USK, menambahkan bahwa Aceh sebagai wilayah pesisir juga memiliki kerentanan tinggi terhadap dampak perubahan iklim, seperti kenaikan permukaan air laut. “Kita harus belajar dari negara lain seperti Italia, khususnya dalam pengelolaan kota dan adaptasi terhadap risiko banjir,” ujar Prof. Ichwana.
Acara ini juga diramaikan dengan kegiatan lapangan ke kawasan Neuheun, di mana para peserta diajak memahami secara langsung dampak perubahan iklim terhadap ekosistem lokal, mulai dari hutan mangrove hingga lahan basah. Peserta melihat bagaimana pendekatan berbasis ekosistem mampu menjadi solusi dalam menjaga lingkungan.
Hidayatullah, salah satu pembicara lainnya, menegaskan pentingnya keterlibatan masyarakat lokal dalam mitigasi perubahan iklim. “Kolaborasi masyarakat lokal adalah kunci. Pengetahuan tradisional dan keanekaragaman hayati bisa menjadi alat penting untuk memperkuat ketahanan lingkungan,” jelasnya.
Sesi ini juga membuka diskusi mengenai pentingnya kerja sama internasional dalam mengatasi perubahan iklim. Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana USK, Dr. Mhd. Ikhsan Sulaiman, S.TP, M.Sc, menutup acara dengan menekankan bahwa perubahan iklim bukanlah isu yang hanya bisa diselesaikan oleh satu pihak. “Ini adalah tanggung jawab kolektif yang membutuhkan aksi nyata dari semua sektor, baik pemerintah, akademisi, maupun masyarakat,” pungkasnya.
Dengan keberhasilan acara ini, Universitas Syiah Kuala terus menunjukkan perannya sebagai katalisator diskusi dan aksi nyata dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global.
Comments are closed